Faktor krusial lain, juga dipengaruhi kelas di setiap even drag bike, lebih menjanjikan untuk rider pemula. Istilahnya, ketika mengkaji jenis kelas-nya, justru lebih banyak yang menjadi segmentasi rider pemula. Disini peluang rider pemula menajamkan skill makin singkat didapat, termasuk intensitas berlaga juga lebih banyak.
Agung “Nyambek” Unyil tuner IP93 SMS AMS60 ABRT20, Surabaya. Kesempatan rider pemula mengevaluasi cara start lebih banyak peluang-nya.
“Resep cara start yang benar, hingga fase menggantung RPM yang pas, kian mudah dievaluasi pedas manisnya, ”sebut Agung “Nyambek” Unyil yang kini memilih menjadi tuner memback up tim IP93 SMS AMS60 ABRT20, Surabaya.
Bahkan, rider pemula juga berkesempatan menantang rider senior di kelas yang dikemas dalam sistem open. Banyak variabel faktor yang mendukung rider pemula, tak berat berlaga di kelas open. Kalaupun kalah atau kena jump start, bisa pakai alibi mencari sparing partner.
Tapi ketika sukses menebas catatan waktu yang singkat, itu hasil output tahap pembelajaran. “Momen krusial demikian ini, pelan tapi pasti merontokkan mental rider senior, ”nilai Dayat manajer AJP Racing Team, Krian, Sidoarjo yang lagi intens membina hubungan dengan rider pemula.
Dayat, Dikaploki & Pit Crew AJP Racing Team, Krian, Sidoarjo. Rider pemula ditunjang mental lebih baik.
Ricko Bochel sebagai rider senior Jatim, justru lebih memilih bertahan dan berusaha terus mengimbangi skill rider pemula. Tapi, sebelumnya ada skema evolusi besar yang diprediksi Ricko, kelak saat usia bertambah.
Pertimbangan itu, sejak memulai karier-nya di drag bike, Ricko selalu menjaga attitude. Bagaimana menjaga sikap dan hubungan dengan pit crew, tuner dan owner tim. “Pola pikir jangka panjang dan rasa nyaman dalam tim usahakan menjadi prioritas, ”serius Ricko.
Ada timing kapan kebutuhan rider yang wajib dipenuhi dan kapan saatnya rider harus bertahan menjaga sikap. “Menjaga hubungan harmonis ini yang saya nilai, layak dan perlu dijaga rider untuk mempertahankan karismatiknya, ”wejang Ricko yang makin mahir membawa big bike saat laga di SDC Drag Bike itu. Juga diangguki oleh Unto manajer yang merangkap pit crew.
Sisi lain, faktor gengsi lantaran pertimbangan pernah sukses menjadi jawara dan kemudian turun dengan tim privater, kadang juga bisa mempengaruhi mental rider senior. Kalau sudah begitu, intensitas berlaga-nya jadi makin minim.
Biasa disebabkan ego dan perasaan pernah menjadi jawara tadi. “Untuk joint dengan tim lain saat mencari tunggangan, kadang dikonotasikan menjadi sebuah gengsi, ” timpal Pak Conk tuner Conks Speed, Gadang, Malang.
Dari sini kemudian yang menjadi awal pemicu stagnan-nya prestasi rider senior. Tapi, perilaku seperti ini nggak juga berlangsung di semua rider senior. Sebab sebagian justru ada yang merasa bangga, ketika memiliki payung tim baru kendati skala privater. Bahkan, ada jiwa besar rider yang merasa menjadi nakoda sehingga tanggung jawab-nya itu muncul, ”nilai Pak Conk.
Menanggapi hal ini, sistem penilaian kenaikan ke level senior, layak dipertanyakan. Sebab, dilema paling mendasar biasa terjadi, saat rider pemula mencari pembuktian di even bergengsi. Faktor even yang menganut sistem point, dengan hadiah yang fantastis, kadang dijadikan parameter.
DJ Team Graha Popy Racing Team, Mojokerto. Layak dikaji ulang sistem penilaian kenaikan rider pemula.
“Bisa ditebak dan diprediksi, saat dua tahun berturut-turut menjadi jawara, dipastikan di tahun ke tiga akan dinaikkan ke senior, ”sebut Angga Wahyudi bos DJ Team Graha Popy Racing Team, Mojokerto yang juga pemilik gerai clothing racing DJ Team, Mojokerto itu.
Dari sini ada tinjauan ulang yang layak dikaji. Singkat cerita, jangan berdasar pada prestasi dan skill rider saja. Tapi, kapasitas networking rider, kecakapan birokrasi, kesediaan penyelenggara mencarikan tim atau sponsor, hingga usia-nya, akan lebih bijak juga jadikan pertimbangan.
"Sebab, kalau berdasar dari prestasi dan skill individu-nya saja, setara dengan membatasi ruang gerak, "tambah pria yang juga seorang DJ kondang Mojokerto. Persiapan strategi dalam memback up pribadi masing-masing rider yang dinaikkan tadi terlalu dini. Sehingga ada tekanan yang terkamuflase pada motivasi, untuk bisa segera mengukir best time. Kalau yang ini efek ke pribadi rider. Lantas, bagaimana efek keluarnya ?
“Pencapaian fase kematangan rider saat berlaga di senior yang singkat ini pula, kemudian, memicu fenomena pembanding popularitas atas prestasi rider senior kawak dan senior pendatang baru yang baru saja dinaikkan tadi, ”terang Angga yang makin sering ke padepokan Kemo Sanjaya, Jogja itu.
Kalau sudah begitu, kedua level rider identik tampil menjadi topik pembanding. “Padahal, tolak ukur pembanding tadi, ketika meninjau faktor usia dan limit adrenalin, jelas nggak rasional, ”pengamatan Johan Timothy rider senior yang memilih gantung helm. Apalagi dibaliknya, tetap best time yang menjadi obsesi juragan.
“Pada posisi ini pula, lambat laun rider senior kawak memilih mundur tertib. Ketika tak mampu memenej skill mengimbangi rider senior pendatang baru atau menjaga networking dengan tim-tim drag bike lain, ”tambah rider yang dulu tenar dengan Mio NOS di kelas FFA itu.
Pertanyaan paling mendasar, lantas apa saja langkah konkrit yang perlu dikaji, untuk kembali merangsang rider senior yang sudah kawak, agar kembali bertaji dan fight dengan rider pemula maupun senior pendatang baru ? pid